Laman

Sabtu, 11 Juli 2015

Stasiun Kereta Api Labuhan

Tahun 1869, Deli Maatchhappij pindah ke Medan. Posisi gedungnya menghadap sungai karena sungai jadi salah satu jalur transportasi mengangkut hasil kebun ke Labuhan Deli untuk kemudian dikirim ke luar negeri.

Tahun 1872 J.T Cremer sebagai komisaris Deli Maatchhappij mengusulkan membangun rel kereta api kepada pemerintah Belanda. Tujuannya supaya tranportasi cepat dan tidak terganggu lumpur ketika musim hujan.

Ia mendapat ijin dari pemerintah Belanda. Ia juga minta ijin kepada sultan Maimoon Al Rasyid dan memberi imbalan kepada sultan berupa tembakau. 23 Januari 1883 pembangunan rel kereta api dimulai. Deli Spoorwerg Maatchhappij, perusahaan kereta api swasta milik Belanda menangani pembangunan.

Adapun Jalur kereta api pertama yang dibangun adalah Jalur Medan-Labuhan sepanjang 17 kilometer. Pembangunan ini memakan waktu dua tahun. Tahun 1885, satu jalur ini resmi digunakan. Dalam buku Medan beeld Van en Stad karangan M.A Loderich E.A, digambarkan bahawa Hotel de vink milik Belanda dijadikan stasiun pertama. Letaknya tepat dipusat kota Medan di depan lapangan Merdeka atau sekarang kita kenal dengan Stasiun Kereta Api Medan.

Pembangunan jalur rel kereta api kembali berlanjut mengikuti perkembangan pekebunan. Dibutuhkan jalurnya-jalur lain mengangkut hasil kebun memenuhi permintaan ekspor. Bahkan Jalur kereta pun dibangun di Helvetia, Pancur Batu, Polonia, hingga dolok Masihol perbatasan Simalungun untuk mengangkut hasil kebun seperti Tembakau, Karet, coklat, Kopi, sawit hingga pekerja perkebunan.

Pada akhirnya Labuhan tak cukup mampu menampung kapal-kapal besar yang singgah. Pelabuhan dialihkan ke Belawan. Jadilah Belawan sebagai pintu gerbang ekspor. Jalur lain dibangun dari labuhan Deli-Belawan. Bertambahnya jumlah jalur kereta api, jumlah stasiunpun ikut bertambah. Stasiun yang dimiliki pada masa itu yaitu stasiun Medan-Gloegoer-Poeloebraijan-Mabar-Titi Papan-Kampoeng Besar-Laboen-Belawan-Pasar Belawan-dan Pelabuhan Belawan.

Senin, 06 Juli 2015

1870 Ibukota Labuhan Deli


Labuhan Deli 1880
Inilah keadaan ibukota Labuhan Deli yang semakin maju pada tahun 1870 dengan adanya lampu-lampu jalan dan jalan raya sampai ke Kampung baru (dekat Medan yang masuk wilayah Sukapiring).
Kampung Labuhan 1867
Labuhan Deli dulunya merupakan cikal bakal lahirnya Pelabuhan Belawan. Labuhan Deli dulunya merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Deli yang kesohor di kawasan Sumatera Timur. Bandar Labuhan Deli terletak di tepi Sungai Deli. Di sebelah Utara mengalir Sungai Belawan. Konon kawasan Labuhan Deli berdiri di abad ke VII Masehi. Hal ini ditandai dengan penemuan arkeologi berupa uang logam di Labuhan Deli yang bertarikh 800 Masehi. Ternyata sejak abad ke-VII Masehi, kawasan Labuhan Deli merupakan pusat perdagangan para pedagang dari Cina dan India. Malah pada jaman purba, Labuhan Deli yang terletak di Pantai timur Sumatera sudah dihuni manusia. Fakta sejarah menyebutkan mereka datang dari Cina dan India.
Sejak lama kedua bangsa ini telah melakukan hubungan dagang. Pada awalnya hubungan dagang antara Cina dan India dilakukan dengan jalan darat yang dikenal dengan “Jalan Sumatera” atau “Silk Road”. Karena pertimbangan aspek keamanan perhubunan perdagangan dilakukan lewat laut.
Labuhan Deli 1876
Akibat perubahan ini Selat Malaka semakin ramai. Hal ini berdampak pada kian sibuknya pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pantai Timur Sumatera. Ketika itu Labuhan Deli sudah merupakan pelabuhan besar dan menjadi pusat perdagangan. Pernah ditemukan patung Buddha Siwa, dan uang syiling zaman Tang dan Song.

Berdasarkan penemuan arkeologi ini labuhan Deli pernah menjadi pusat perdagangan antar bangsa. Menurut sejarah, Labuhan Deli adalah bekas Kota Cina, ibukota Kerajaan Haru yang dihancurkan Kerajaan Majapahit pada abad ke 14. Ketika itu Kerajaan Majapahit dipimpin Tribuwana Tunggal Dewi setelah Raja Jayanegara meninggal dunia. Pada masa itu terjadi pemberontakan Sadeng. Gajah Mada mampu menggagalkan pemberontakan Sadeng. Karena jasanya itu Gajah Mada diangkat menjadi Patih Amangkubumi Majapahit menggantikan Arya Tadah. Saat upacara pelantikan sebagai Patih Amangkubumi, Gajah Mada mengucapkan sumpah yang dikenal dengan Sumpah Palapa (Tan Amukti Palapa) bahwa Gajah Mada tidak akan hidup mewah sebelum Nusantara berhasil disatukan di bawah panji Kerajaan Majapahit. Pada masa Gajah Mada, Kerajaan Majapahit ekspansi ke Labuhan Deli.
Semula nama Labuhan yang berada di tepi Sungai Deli adalah Deli. Namun karena berfungsi sebagai pelabuhan, maka disebut Labuhan Deli. Konon nama labuhan Deli dibuat oleh John Anderson, utusan Gubernur Jenderal Inggris dari Pulau Pinang yang mengunjungi beberapa negeri di Pantai Timur Sumatera pada tahun 1823. Sejak abad ke-18 bangsa Inggris bersaing dengan VOC (Belanda) berdagang di bumi Indonesia. Namun pada tahun 1816, bangsa Inggris angkat kaki dari bumi Indonesia.
Rumah Kontrolir Belanda 1867 - 1870
Pada aman kolonial Belanda, kawasan Timur Sumatera menarik perhatian pemerintah Belanda, yang kemudian membuka perkebunan tembakau, getah, kopi, dan lada. Karena komoditas ini menjadi primadona dalam perdagangan ketika itu.
Kondisi ini berdampak pada Labuhan Deli yang menjadi teropong dan dinilai sangat penting sebagai salah satu pusat pemerintahan dan juga pusat perdagangan di kawasan Pantai Timur Sumatera.

Di seberang masjid Al Osmani Labuhan Deli dulu, Sultan Deli membangun Istana Kerajaan Melayu Deli. Istana kerajaan itu dibangun ketika Tuanku Panglima Pasutan memindahkan pusat kerajaan dari Padang Datar, sebutan Kota Medan waktu itu, ke Kampung Alai, sebutan untuk Labuhan Deli. Pemindahan itu dilakukan setelah Tuanku Panglima Padrab Muhammad Fadli (Raja Deli III) memecah daerah kekuasaannya menjadi empat bagian untuk empat putranya. 
Masa pemerintahan Tuanku Panglima Pasutan dengan Istana Kerajaan Melayu di Labuhan Deli berlangsung pada 1728-1761, yang kemudian diteruskan putranya Tuanku Panglima Gandar Wahid (1761-1805) dan Sultan Amaluddin Perkasa Alam (1805-1850). Lalu Sultan Osman Perkasa Alam (1850-1858), Sulthan Mahmud Perkasa Alam (1858-1873), dan Sultan Ma'mum Al Rasyid Perkasa Alam (1873-1924). Pada masa Sultan Maâmum Al Rasyid Perkasa Alam itulah Istana Kerajaan Melayu dipindah kembali ke daerah Padang Datar (Istana maimoon).
Lokasi istana sultan berada tidak jauh dari Pekan dan Labuhan. Tentang bangunan istana sultan, Veth menuliskannya sebagai berikut: bahwa bangunan istana sultan yang berbentuk rumah panggung dan terbuat dari papan ini sangat luas. Istana ini berdiri di atas tiang yang tingginya hampir 4 meter di atas tanah. Ruang depan istana ini tidak memiliki tiang di tengahnya ditutupi oleh bubungan atap yang tinggi sehingga menggambarkan ruang yang lebar dan nyaman dengan dinding yang diberi jeruji. Ruang ini dapat menampung ratusan orang yang datang pada upacara-upacara tertentu di istana sultan. Antara ruang depan dan ruang belakang dihubungkan oleh koridor beratap yang memanjang.


Istana Sultan Deli di Labuhan 1870
Istana ini dipagari oleh tonggak-tonggak kayu dengan ujung yang tajam. Di samping pintu gerbang yang berfungsi sebagai jalan masuk, terdapat bangunan rumah mayat orang Batak yang berdiri di atas empat tiang yang rendah, beratap ijuk dengan hiasan-hiasan warna khas Batak.

Rumah mayat ini dibangun oleh kepala suku-kepala suku Batak (Karo) sebagai tanda pengakuan terhadap wewenang sultan, sehingga jika ada seorang sultan yang meninggal mereka akan membangun rumah itu sesuai dengan tradisi dalam kepercayaan mereka walaupun mayat sultan tidak ditempatkan di situ.
http://tembakaudeli.blogspot.com/2013/01/ibukota-labuhan-deli-tahun-1870.html