Tahun 1869, Deli Maatchhappij pindah ke Medan. Posisi gedungnya menghadap sungai karena sungai jadi salah satu jalur
transportasi mengangkut hasil kebun ke Labuhan Deli untuk kemudian
dikirim ke luar negeri.
Tahun 1872 J.T
Cremer sebagai komisaris Deli Maatchhappij mengusulkan
membangun rel kereta api kepada pemerintah Belanda. Tujuannya supaya
tranportasi cepat dan tidak terganggu lumpur ketika musim hujan.
Ia mendapat ijin dari pemerintah Belanda. Ia juga minta ijin kepada
sultan Maimoon Al Rasyid dan memberi imbalan kepada sultan berupa
tembakau. 23 Januari 1883 pembangunan rel kereta api dimulai. Deli
Spoorwerg Maatchhappij, perusahaan kereta api swasta milik Belanda
menangani pembangunan.
Adapun Jalur kereta api pertama yang dibangun adalah Jalur Medan-Labuhan
sepanjang 17 kilometer. Pembangunan ini memakan waktu dua tahun. Tahun
1885, satu jalur ini resmi digunakan. Dalam buku Medan beeld Van en
Stad karangan M.A Loderich E.A, digambarkan bahawa Hotel de vink milik
Belanda dijadikan stasiun pertama. Letaknya tepat dipusat kota Medan di
depan lapangan Merdeka atau sekarang kita kenal dengan Stasiun Kereta
Api Medan.
Pembangunan jalur rel kereta api kembali berlanjut mengikuti
perkembangan pekebunan. Dibutuhkan jalurnya-jalur lain mengangkut hasil
kebun memenuhi permintaan ekspor. Bahkan Jalur kereta pun dibangun di
Helvetia, Pancur Batu, Polonia, hingga dolok Masihol perbatasan
Simalungun untuk mengangkut hasil kebun seperti Tembakau, Karet,
coklat, Kopi, sawit hingga pekerja perkebunan.
Pada akhirnya Labuhan tak cukup mampu menampung kapal-kapal besar yang
singgah. Pelabuhan dialihkan ke Belawan. Jadilah Belawan sebagai pintu
gerbang ekspor. Jalur lain dibangun dari labuhan Deli-Belawan.
Bertambahnya jumlah jalur kereta api, jumlah stasiunpun ikut bertambah.
Stasiun yang dimiliki pada masa itu yaitu stasiun
Medan-Gloegoer-Poeloebraijan-Mabar-Titi Papan-Kampoeng
Besar-Laboen-Belawan-Pasar Belawan-dan Pelabuhan Belawan.
Sabtu, 11 Juli 2015
Senin, 06 Juli 2015
1870 Ibukota Labuhan Deli
Labuhan Deli 1880 |
Inilah keadaan ibukota Labuhan Deli yang semakin maju pada tahun 1870
dengan adanya lampu-lampu jalan dan jalan raya sampai ke Kampung baru
(dekat Medan yang masuk wilayah Sukapiring).
Kampung Labuhan 1867 |
Labuhan Deli dulunya merupakan cikal bakal lahirnya Pelabuhan Belawan.
Labuhan Deli dulunya merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Deli yang
kesohor di kawasan Sumatera Timur. Bandar Labuhan Deli terletak di tepi
Sungai Deli. Di sebelah Utara mengalir Sungai Belawan. Konon kawasan
Labuhan Deli berdiri di abad ke VII Masehi. Hal ini ditandai dengan
penemuan arkeologi berupa uang logam di Labuhan Deli yang bertarikh 800
Masehi. Ternyata sejak abad ke-VII Masehi, kawasan Labuhan Deli
merupakan pusat perdagangan para pedagang dari Cina dan India. Malah
pada jaman purba, Labuhan Deli yang terletak di Pantai timur Sumatera
sudah dihuni manusia. Fakta sejarah menyebutkan mereka datang dari Cina
dan India.
Sejak lama kedua bangsa ini telah melakukan hubungan dagang. Pada
awalnya hubungan dagang antara Cina dan India dilakukan dengan jalan
darat yang dikenal dengan “Jalan Sumatera” atau “Silk Road”. Karena
pertimbangan aspek keamanan perhubunan perdagangan dilakukan lewat laut.
Labuhan Deli 1876 |
Akibat perubahan ini Selat Malaka semakin ramai. Hal ini berdampak pada
kian sibuknya pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pantai Timur Sumatera.
Ketika itu Labuhan Deli sudah merupakan pelabuhan besar dan menjadi
pusat perdagangan. Pernah ditemukan patung Buddha Siwa, dan uang syiling
zaman Tang dan Song.
Berdasarkan penemuan arkeologi ini labuhan Deli pernah menjadi pusat perdagangan antar bangsa. Menurut sejarah, Labuhan Deli adalah bekas Kota Cina, ibukota Kerajaan Haru yang dihancurkan Kerajaan Majapahit pada abad ke 14. Ketika itu Kerajaan Majapahit dipimpin Tribuwana Tunggal Dewi setelah Raja Jayanegara meninggal dunia. Pada masa itu terjadi pemberontakan Sadeng. Gajah Mada mampu menggagalkan pemberontakan Sadeng. Karena jasanya itu Gajah Mada diangkat menjadi Patih Amangkubumi Majapahit menggantikan Arya Tadah. Saat upacara pelantikan sebagai Patih Amangkubumi, Gajah Mada mengucapkan sumpah yang dikenal dengan Sumpah Palapa (Tan Amukti Palapa) bahwa Gajah Mada tidak akan hidup mewah sebelum Nusantara berhasil disatukan di bawah panji Kerajaan Majapahit. Pada masa Gajah Mada, Kerajaan Majapahit ekspansi ke Labuhan Deli.
Semula nama Labuhan yang berada di tepi Sungai Deli adalah Deli. Namun
karena berfungsi sebagai pelabuhan, maka disebut Labuhan Deli. Konon
nama labuhan Deli dibuat oleh John Anderson, utusan Gubernur Jenderal
Inggris dari Pulau Pinang yang mengunjungi beberapa negeri di Pantai
Timur Sumatera pada tahun 1823. Sejak abad ke-18 bangsa Inggris bersaing
dengan VOC (Belanda) berdagang di bumi Indonesia. Namun pada tahun
1816, bangsa Inggris angkat kaki dari bumi Indonesia.
Pada aman kolonial Belanda, kawasan Timur Sumatera menarik perhatian
pemerintah Belanda, yang kemudian membuka perkebunan tembakau, getah,
kopi, dan lada. Karena komoditas ini menjadi primadona dalam perdagangan
ketika itu.
Kondisi ini berdampak pada Labuhan Deli yang menjadi teropong dan
dinilai sangat penting sebagai salah satu pusat pemerintahan dan juga
pusat perdagangan di kawasan Pantai Timur Sumatera.
Di seberang masjid Al Osmani Labuhan Deli dulu, Sultan Deli membangun Istana Kerajaan Melayu Deli. Istana kerajaan itu dibangun ketika Tuanku Panglima Pasutan memindahkan pusat kerajaan dari Padang Datar, sebutan Kota Medan waktu itu, ke Kampung Alai, sebutan untuk Labuhan Deli. Pemindahan itu dilakukan setelah Tuanku Panglima Padrab Muhammad Fadli (Raja Deli III) memecah daerah kekuasaannya menjadi empat bagian untuk empat putranya.
Di seberang masjid Al Osmani Labuhan Deli dulu, Sultan Deli membangun Istana Kerajaan Melayu Deli. Istana kerajaan itu dibangun ketika Tuanku Panglima Pasutan memindahkan pusat kerajaan dari Padang Datar, sebutan Kota Medan waktu itu, ke Kampung Alai, sebutan untuk Labuhan Deli. Pemindahan itu dilakukan setelah Tuanku Panglima Padrab Muhammad Fadli (Raja Deli III) memecah daerah kekuasaannya menjadi empat bagian untuk empat putranya.
Masa pemerintahan Tuanku Panglima Pasutan dengan Istana Kerajaan Melayu di Labuhan Deli berlangsung pada 1728-1761, yang kemudian diteruskan putranya Tuanku Panglima Gandar Wahid (1761-1805) dan Sultan Amaluddin Perkasa Alam (1805-1850). Lalu Sultan Osman Perkasa Alam (1850-1858), Sulthan Mahmud Perkasa Alam (1858-1873), dan Sultan Ma'mum Al Rasyid Perkasa Alam
(1873-1924). Pada masa Sultan Maâmum Al Rasyid Perkasa Alam itulah
Istana Kerajaan Melayu dipindah kembali ke daerah Padang Datar (Istana
maimoon).
Lokasi istana sultan berada tidak jauh dari Pekan dan Labuhan. Tentang bangunan istana sultan, Veth menuliskannya sebagai berikut: bahwa
bangunan istana sultan yang berbentuk rumah panggung dan terbuat dari
papan ini sangat luas. Istana ini berdiri di atas tiang yang tingginya
hampir 4 meter di atas tanah. Ruang depan istana ini tidak memiliki
tiang di tengahnya ditutupi oleh bubungan atap yang tinggi sehingga
menggambarkan ruang yang lebar dan nyaman dengan dinding yang diberi
jeruji. Ruang ini dapat menampung ratusan orang yang datang pada
upacara-upacara tertentu di istana sultan. Antara ruang depan dan ruang
belakang dihubungkan oleh koridor beratap yang memanjang.Istana Sultan Deli di Labuhan 1870 |
Rumah mayat ini dibangun oleh kepala suku-kepala suku Batak (Karo) sebagai tanda pengakuan terhadap wewenang sultan, sehingga jika ada seorang sultan yang meninggal mereka akan membangun rumah itu sesuai dengan tradisi dalam kepercayaan mereka walaupun mayat sultan tidak ditempatkan di situ.
http://tembakaudeli.blogspot.com/2013/01/ibukota-labuhan-deli-tahun-1870.html
Langganan:
Postingan (Atom)